Gus Dur Masih Hidup

JOMBANG sebuah kota kecil yang mungkin dari sabang sampai merauke mengenalnya, dari kutub utara sampai kutub selatan mengetahuinya, bahkan dari musim duren hingga musim rambutan pun mencari-carinya. Predikat kota santri ini sangat kental dengan asal lahirnya tokoh-tokoh terkemuka di Indonesia. Kota lahirnya sang pelopor pembaharuan Bangsa. Sebut saja, pendiri dan tokoh-tokoh NU berasal dari Jombang, Ulama-ulama ngetop Jombang punya, banyak Menteri lulusan dan berasal dari Jombang, dukun cilik Ponari yang merangsang ribuan orang untuk datang adalah putra daerah Jombang, bahkan sang penjagal maut Riyan, yang menggemparkan masyarakat Indonesia juga ikut-ikutan dari Jombang. Tidak sekecil itu, banyak para seniman, sastrawan, bangsawan ternyata berasal dari Jombang. Presiden Indonesia ke-4 yang selalu dipuja, dihina, dikritik, didukung, dijatuhkan, dirindukan, dan dinanti-nantikan juga asli Jombang, siapa lagi kalau bukan KH. Abdurrohman Wahid alias “Gus Dur”Gus Dur yang lahir di Desa Denanyar-Jombang, pernah menerima beasiswa dari Kementrian Negara untuk belajar di Universitas Al Azhar Kairo-Mesir, pada bulan November 1963. Namun, kuliahnya di Al Azhar kurang mulus. Pada 1966, Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad, dan menyelesaikan pendidikannya pada 1970. Gus Dur juga pernah belajar di Universitas Leiden, Belanda. Dari Belanda, Gus Dur pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971.
Gus Dur yang dikenal dengan ke”nylenean”nya yang keluar dari unsur tatanan formatif, di tambah gaya leluconya merupakan keunikan dan keistimewaan khas yang melekat pada anak seorang ketua pertama partai MASUMI ini. Gitu aja ko repot.. salah satu ungkapan Gus Dur yang banyak dianut hampir setiap orang dan bahkan sudah membumi di tanah pertiwi ini. Sebagai tokoh kontroversi, Gus Dur justru tidak pernah takut menampilkannya ke khalayak, meskipun hal itu harus punya konsekwensi yang cukup berat.
Tokoh seribu satu julukan ini adalah seoarang Bapak Bangsa yang eksentrik, yang selama ini berani memposisikan diri dengan konsep multikultural islamisme. Ia senantiasa penuh kesadaran menghormati keberagaman. Dan inilah yang menjadi dasar kekuatan dari bangsa Indonesia. Di kalangan aktivis pro demokrasi, Gus Dur juga dikenal sebagai tokoh demokrasi dan pluralisme. Di kalangan akar rumput, Gus Dur dianggap sebagai wali. Dalam disertasi “Kajian Kritis terhadap Pemikiran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 1970-2000” yang ditulis Munawar Muhammad. Bahwa pada diri Gus Dur melekat berbagai predikat, yakni kiai, politisi, intelektual, budayawan, mantan tokoh pergerakan, dan mantan Presiden RI.
Kedekatannya dengan berbagai tokoh Bangsa terlihat dari keakrabannya dengan tokoh-tokoh Nasional, bahkan dengan lawan politiknya.Dia begitu yakin bahwa pergaulan yang tidak mengenal batas primordialisme dengan semua anak Bangsa adalah sumber kekayaan hati dan jiwa, sehingga selalu ada alasan untuk tetap optimistis. Kemampuan Gus Dur melakukan gerakan politik diakui oleh kawan dan lawan yang ` Unpredictable’ ditunjukkan oleh keberhasilannya meraih jabatan presiden.
Islam versi Gus Dur adalah kemanusiaan universal. Gus Dur sering mengutip falsafah al-Ghazali soal lima prinsip dasar ajaran Islam. Antara lain, soal kebebasan beragama yang sangat konsisten melakukan pembelaan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Sebab minoritas agama, ras, dan sebagainya itu, merupakan bagian dari perwujudan tafsir atau pemahaman orang terhadap tentang universalisme Islam. Sebut saja “Inul Daratista” penyayi dangdut yang terkenal dengan goyang ngebornya yang “Hot” dan “Sensual”, ditengah dahsyatnya masyarakat yang kontra dengan Inul, Gus Dur Justru membela si penyayi ngebor ini. Menurut Gus dur kelompok minoritas tidak boleh dihancurkan, perlu ruang dan kehormatan selama tidak menyalahi prinsip kemanusiaan dan demokrasi. Saat berbagai persoalan menyerang, Gus Dur selalu tampil dengan aneka pemikiran dan solusi yang tak terduga. Dia memperlihatkan kejeniusannya dalam menyelesaikan banyak hal pelik. Perspektif unik sering kali digunakannya.
Bagi generasi muda NU, Gus Dur bukan hanya jendela tapi juga cahaya yang selalu memberikan jalan terang, panutan dan contoh yang perlu ditauladani, untuk melakukan perubahan bagi kehidupan berbangsa. Bahkan beliau tidak segan-segan mengorbankan dirinya untuk bertarung dengan generasi muda NU, untuk melatih mereka menjadi generasi bangsa yang tangguh. Hal ini nampak pada sikap dan perilaku beliau saat menjelang wafat.
Saat ini, meskipun seorang tokoh demokrasi, kiai, cendekiawan, bapak bangsa, informal leader dan politisi ini sudah tiada, namun pengaruhnya akan selalu “bernyawa”, merasuk kedalam benak begitu banyak orang. Bangsa Indonesia ke depan tidak bisa bersandar pada Gus Dur. Akan tetapi gagasan-gagasannya dan pemikirananya yang cemerlang sangat perlu disosialisasikan, diterjemahkan ke dalam tindakan-tindakan yang lebih riil, karena ia adalah sosok yang punya komitmen tinggi terhadap apa yang ia yakini. Indonesia tidak akan melupakan Guru Bangsa ini, Gus Dur akan tetap hidup selamanya. Selamat jalan Gus…..

0 comments:

Post a Comment